Kebutuhan seorang muslim terhadap doa amatlah besar. Ia tidak mungkin lepas dari ibadah yang mulia ini dalam segala urusannya. Kekuatan doa seringkali diremehkan. Padahal doa memiliki kekuatan mengubah takdir, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:
لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ الْدُعَاءُ
“Tidak ada yang mampu menolak takdir kecuali doa“. [Sunan At-Tirmidzi, bab Qadar 8/305-306]
Doa adalah bentuk komunikasi yang paling intim antara manusia dan Allah. Setiap kata yang diucapkan dalam doa adalah cerminan dari ketulusan hati dan keyakinan bahwa ada kekuatan yang lebih besar yang mendengarkan dan akan menolong. Di tengah kesibukan dan tantangan hidup, doa memberikan ketenangan, kekuatan, dan harapan. Keajaiban doa tidak hanya terletak pada perubahan yang dihasilkannya, tetapi juga pada ketenangan batin dan kedamaian yang dirasakannya.
Doa adalah salah satu bentuk ibadah yang sangat dianjurkan berdasarkan firman Allah dalam Al-Quran:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ
“Berdo’alah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina“. [Ghafir/40 : 60].
Allah juga murka terhadap orang-orang yang meninggalkan doa, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
مَنْ لَمْ يَسْأَلْ الله غَضَبَ اللهُ عَلَيْهِ
“Barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah, maka Allah akan memurkainya.” [Sunan At-Tirmidzi, bab Doa 12/267-268].
Imam Hafizh Ibnu Hajar menuturkan bahwa Imam At-Thaibi berkata : “Makna hadits di atas yaitu barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah, maka Dia akan murka begitu pula sebaliknya Dia sangat senang apabila diminta hamba-Nya”. [Fathul Bari 11/98]
Kisah Keajaiban Doa
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهَا قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ { إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ } اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا قَالَتْ فَلَمَّا مَاتَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ أَيُّ الْمُسْلِمِينَ خَيْرٌ مِنْ أَبِي سَلَمَةَ أَوَّلُ بَيْتٍ هَاجَرَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ إِنِّي قُلْتُهَا فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ أَرْسَلَ إِلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَاطِبَ بْنَ أَبِي بَلْتَعَةَ يَخْطُبُنِي لَهُ فَقُلْتُ إِنَّ لِي بِنْتًا وَأَنَا غَيُورٌ فَقَالَ أَمَّا ابْنَتُهَا فَنَدْعُو اللَّهَ أَنْ يُغْنِيَهَا عَنْهَا وَأَدْعُو اللَّهَ أَنْ يَذْهَبَ بِالْغَيْرَةِ
Dari Ummu Salamah, ia berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang mukmin tertimpa musibah lalu ia membaca apa yang telah diperintahkan oleh Allah, ‘Inna lillahi wainna ilaihi raji’un. Allahumma’jurni fii mushibati waakhlif lii khairan minha’ (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Ya Allah, berilah kami pahala karena mushibah ini dan tukarlah bagiku dengan yang lebih baik daripadanya).’ melainkan Allah menukar baginya dengan yang lebih baik.” Ummu Salamah berkata; Ketika Abu Salamah telah meninggal, saya bertanya, “Orang muslim manakah yang lebih baik daripada Abu Salamah? Dia adalah orang-orang yang pertama-tama hijrah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian akupun mengucapkan doa tersebut. Maka Allah pun menggantikannya bagiku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Ummu Salamah mengisahkan; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Hatib bin Abu Balta’ah melamarku untuk beliau sendiri. Maka saya pun menjawab, “Bagaimana mungkin, aku telah mempunyai seorang anak wanita, dan aku sendiri adalah seorang pencemburu.” Selanjutnya beliau pun menjawab: “Adapun anaknya, maka kita do’akan semoga Allah mencukupkan kebutuhannya, dan aku mendo’akan pula semoga Allah menghilangkan rasa cemburunya itu.” (HR. Muslim)
Seorang dokter tulang terkenal di Pakistan harus menghadiri pertemuan penting di kota lain. Karena keadaan tak terduga, penerbangannya dialihkan, memaksanya naik mobil selama tiga jam. Namun, kerusuhan dan jalan licin membuat tujuannya terblokir.
Saat sedang ditimpa kesusahan itu, dia melihat ada rumah yang masih menyala. Dia pun menghampiri rumah itu dan menceritakan keadaannya. Dalam rumah itu dia melihat seorang ibu sedang menunggui anaknya yang terbaring lemah di atas tempat tidur. Dokter itu pun menanyakan kondisinya yang dijawab oleh ibu tadi anaknya sakit selama tiga tahun.
“Saya orang miskin. Saya sudah membawanya ke mana-mana. Tapi akhirnya ada orang bilang ada seorang dokter pakar tulang namanya si fulan. Saya tidak punya uang, tapi saya berdoa siang-malam kepada Allah.”
Ternyata nama dokter yang yang selalu disebut dalam doa ibut tadi adalah dokter patah tulang yang ada di hadapannya. Dokter tadi menangis. Karena doa ibu itu akhirnya dia ada di rumah tersebut. Dia pun membantu anak itu sehingga sehat. Dengan izin Allah, inilah keajaiban doa. Allah mengantarkan dokter itu ke dalam seorang rumah miskin yang penghuninya selalu berdoa agar dikirim orang untuk menyembuhkan anaknya.
Doa bukan sekadar ritual agama, tetapi jembatan komunikasi yang Maha Dahsyat. Melalui doa, kita mencurahkan isi hati, harapan, dan rasa syukur kepada Sang Pemilik jiwa. Ingatlah, tak ada doa yang terlalu kecil di mata Allah. Setiap permohonan tulus akan didengar dan direspon dengan cara terbaikNya.